Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Kerja di Lahan 'Basah'

Zaman masa kecil dulu, saya sering banget dengar percakapan beberapa tetangga. Mereka sering kali membicarakan bahwa kerja yang paling enak adalah kerja di lahan yang ‘basah’. Di masa itu, saya sering mendengar percakapan seperti ini “ Enak ya Bapak mu kerja di lahan basah. Dapet duitnya gampang, pecutan lebih gede dari gaji” atau “Enak ya kerja di lahan basah,  bisa beli ngumpulin harta, laki kita mah kaga bisa begitu”. Lahan basah yang dimaksud di sini sepertinya tidak perlu saya jelaskan, saya yakin para pembaca sudah mengetahui apa arti dari lahan basah. Dulu, saya ga mengerti makna yang sebenarnya dari kerja di lahan basah. Sejak saya menjalani masa kuliah dulu, saya baru menyadari arti kata lahan basah yang sebenarnya. Lahan basah punya konotasi yang menurut saya negatif. Kenapa negatif ? Saya bingung, kenapa banyak banget orang yang seneng kalo kerja di tempat yang disebut lahan basah. Saya juga bingung kenapa ada orang yang sangat bangga jika ada anggota...

Apakah Saya Sudah Kompeten ?

Seminggu terakhir saya berpikir keras tentang pencapaian diri selama bekerja. Ada kenyataan yang ga bisa dipungkiri sama sekali. Kenyataannya adalah selama bekerja banyak banget ilmu yang didapat dari mulai hard skill sampai soft skill . Tapi dari kenyataan ini justru mulai mengganggu pikiran saya, muncul pertanyaan dari dalam diri yaitu berbagai ilmu yang saya dapatkan selama ini apakah saya sudah cukup kompeten dalam menjalani pekerjaan itu ? Bicara tentang kompeten maka kita akan berbicara sejauh mana kompetensi yang kita miliki dapat efektif kita gunakan dalam mendukung tercapainya hasil kerja. Kita boleh banget punya banyak ilmu yang dapat meningkatkan kompetensi kita sebagai individu, tapi dari banyak ilmu tersebut belum tentu membuat diri kita menjadi seseorang yang kompeten. Terus kompeten itu sebenernya apa sih ? Dari beberapa referensi yang saya coba cari akhirnya saya simpulkan definisi kompeten. Kompeten adalah kolaborasi antara pengetahuan, kemampuan dan ...

Follow The Rules or Break The Rules ?

Ketika kita berada di sebuah tempat, maka kita harus mengikuti seluruh peraturan yang berlaku di tempat itu. Setiap orang wajib mengikuti peraturan yang sudah dibuat dan sudah disepakati oleh sebagian atau seluruh orang yang berada disana tanpa terkecuali. Aturan tetaplah aturan, siapa saja yang melanggar maka wajib dikenakan sanksi tanpa pandang bulu. Saya rasa setiap orang setuju dengan argumentasi di atas. Tapi pada kenyataannya penerapan aturan belum tentu bisa berjalan dengan ideal. Selalu saja ada pihak-pihak yang melanggar aturan yang sudah dibuat, bahkan ga jarang pelaku pelanggaran justru berasal pihak yang membuat aturan itu sendiri dan memberikan sanksi jika ada orang yang melakukan pelanggaran.  Ada seseorang yang pernah berkata seperti ini ke saya mengenai aturan yaitu “Aturan tetaplah aturan, semua wajib ikut aturan, kalau ga suka dengan aturan yang berlaku silahkan keluar dari tempat ini” Sejujurnya saya pun setuju dengan pendapatnya, ga ada yang salah da...

Training Bisa Bikin Naik Gaji ? Tentu Bisa !

Program training yang diadakan oleh internal ataupun eksternal perusahaan merupakan sebuah upaya dan komitmen dari organisasi untuk meningkatkan kualitas individu karyawannya. Jika Anda pernah diundang untuk mengikuti sebuah program training, artinya perusahaan tempat kita bekerja saat ini sedang berusaha untuk meningkatkan kualitas diri Anda. Maka beruntunglah jika perusahaan tempat kita bekerja melakukan hal ini pada kita. Namun sayangnya, banyak banget karyawan yang ga menyadari hal ini. Yang ada di mindset mereka ketika diundang training adalah “Ah, training ga bakal bisa bikin gaji gue naik” atau ”Ah, training cuma buang waktu, masih banyak kerjaan yang harus gue selesaiin” Pernahkah merasa seperti hal di atas ketika diundang training ? Semoga tidak, saya yakin bahwa Anda yang membaca tulisan ini punya semangat belajar. Kalaupun Anda menjadi salah satu orang yang merasakan hal di atas, maka tulisan di bawah ini layak untuk disimak. Training ga bakal bikin gaji gue nai...

Terbiasa dengan Hal Instan

Beberapa minggu sebelum bulan Ramadhan lalu, saya sempat membawa beberapa alat seduh kopi manual yang saya miliki ke kantor tempat saya bekerja. Tujuannya sih sederhana, cuma untuk menghabisakan stok biji kopi yang sudah lebih dari 1 bulan sejak tanggal roasting, karena kalau terlalu lama disimpan kualitasnya akan semakin menurun. Untuk menyeduh biji kopi ini memang diperlukan usaha ekstra, harus menggiling sendiri biji kopinya kemudian baru bisa diseduh. Metode pour over adalah metode yang paling saya sukai. Untuk menghasilkan minuman kopi dengan metode ini, saya butuh banyak alat mulai dari teko leher angsa, thermometer, timbangan, V60, paper filter dan stopwatch. Saat saya nyeduh kopi dengan metode pour over ini, ada beberapa tanggapan dari orang-orang yang melihat saya menyeduh kopi. Yang paling sering muncul seperti ini “Ah, ribet banget mau ngopi aja mesti begini dulu begitu dulu. Mending ini (kopi instan) tinggal seduh udah beres.” Dan saya hanya jawab dengan analogi sep...

Semua Orang Bisa Menjadi Pembicara

Pagi ini ada seorang teman yang bertanya ke saya seperti ini : Bisa ga sih gue jadi trainer ? Kan gue orangnya ga bisa diem tuh, ngomong mulu kerjaannya. Jawabannya : BISA banget ! Sebelum dibahas, saya generalisasi dulu ya dari kata trainer menjadi pembicara agar lebih memudahkan dalam mengupas topik ini. Jika sebagian dari Anda beranggapan menjadi seorang pembicara merupakan hal yang sangat mudah dan sepele untuk dilakukan, maka saya tegaskan di awal tulisan ini bahwa saya sangat tidak setuju dengan anggapan ini. Bicara yang mudah dan sepele adalah bicara yang tidak berkualitas, bahkan dengan mata terpejam pun hal ini sangat mudah dilakukan. Tetapi bicara yang berkualitas, menginspirasi dan memberikan nilai tambah untuk orang lain bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Menurut pandangan saya yang masih amatir, setiap orang pasti bisa menjadi seorang pembicara tapi tidak semua orang mampu menjadi pembicara yang berkualitas. Analogi sederhananya seperti ini, se...

Pentingkah Legacy ?

Gajah mati meninggalkan gading.... Harimau mati meninggalkan belang.... Karyawan pergi meninggalkan legacy ? Pernah mendengar istilah di atas ? Belakangan ini istilah yang terakhir sering saya dengar. Istilah karyawan yang akan resign harus meninggalkan legacy menurut saya adalah hal yang sangat luar biasa. Tidak semua orang mampu meninggalkan sebuah legacy dalam pengabdiannya kepada sebuah perusahaan. Saya sangat menaruh hormat pada para pembaca blog ini yang berhasil meninggalkan legacy sebelum memutuskan untuk pindah kerja. Walaupun begitu, s ejujurnya, saya kurang setuju bahwa jika ingin meninggalkan sebuah perusahaan dan berpindah ke perusahaan lain harus meninggalkan sebuah legacy yang akan diingat sepanjang masa oleh rekan-rekan maupun oleh sebuah perusahaan. Ya, saya mengatakan dengan jelas bahwa saya kurang setuju dengan hal itu. Saya punya beberapa alasan mengapa saya kurang setuju dengan anggapan diatas. Pertama, tidak ada aturan baku yang men...

Saling Berkaitan

Seperti biasa, dalam tulisan-tulisan yang saya buat, seluruhnya adalah berisi opini pribadi saya terhadap suatu hal. Jadi, kalau ada hal yang Anda tidak setujui dalam tulisan ini, hal itu sama sekali tidak bermasalah bagi saya. Oke kembali ke hal yang ingin saya bahas, saya merasa ada sesuatu yang kurang masuk ke pemikirian saya ini. Begini, ada seseorang yang memberikan pilihan ke saya yaitu Kerja Keras (pakai otot) atau Kerja Cerdas (pakai otak). Jika saya memilih dan berada dalam kelompok orang yang bekerja dengan otak (Kerja Cerdas) maka saya dipastikan mendapat bonus makan malam dengan Raisa setiap tahunnya. Dan sebaliknya, jika saya memilih dan berada dalam kelompok orang yang bekerja dengan otot (Kerja Keras) maka saya tidak dapat bonus tersebut, hanya mendapatkan cerita bagaimana asyik dan serunya makan malam dengan Raisa oleh kelompok Kerja Cerdas. Dengan dua pilihan itu, saya tidak menjawab, saya justru kembali mengajukan pertanyaan yaitu : “Kengapa dibedakan ora...

Males Kerja Menjelang Hari Senin ?

Sebagai manusia yang (masih) muda, saat ini saya mengikuti perkembangan berbagai media sosial yang banyak dimiliki manusia seusia saya, salah satunya Instagram. Di beberapa kesempatan, saya membuang waktu untuk  scroll down membaca berbagai pembaruan dari medsos teman-teman Setiap minggu selalu ada saja yang melakukan pembaruan berbunyi seperti ini “Aduh besok senin lagi, kerja lagi, sekolah lagi bla bla bla”. Mungkin yang membaca tulisan ini juga salah satu di antaranya. Maap maap nih,  menurut saya orang-orang seperti ini perlu dituntun ke jalan yang lurus hehehe. Sebelum saya mengupas hal ini lebih lanjut, menurut hasil riset Gallup mengatakan bahwa hanya 8% karyawan di Indonesia yang memiliki motivasi tinggi, kinerja tinggi dan engaged pada perusahaan. Sementara sisanya sebesar 92% merupakan karyawan pada level medioker, motivasi rendah dan tidak engaged. Mengapa hal ini bisa terjadi ? secara umum hal ini bisa terjadi karena tidak ada motivasi dalam diri seseo...

Punya Banyak Uang Menjamin Bahagia ?

Minggu lalu saya berkesempatan untuk mengunjungi daerah Ciamis, Jawa Barat. Dalam kesempatan itu ada pelajaran yang saya ambil dari orang-orang yang saya temui. Mungkin cerita ini sederhana, tapi dari cerita ini semakin meyakinkan saya bahwa hidup yang indah dan bahagia tak harus memiliki harta yang berlimpah, penghasilan yang besar dan nominal rekening tabungan yang gendut. Cerita pertama berasal dari seorang driver taksi Budiman, saya tak sempat melihat namanya karena saat itu jam menunjukan pukul 03.40 WIB. Sepanjang perjalanan ia bercerita tentang hidupnya, mulai dari hidup di jakarta hingga akhirnya mendapatkan jodoh di Ciamis. Menjelang akhir perjalanan, ia sempat bercerita kalau nominal uang yang ia terima saat ini lebih kecil daripada saat ia menjadi driver taksi Bluebird di Jakarta. Tapi ia justru sangat menyukurinya. Ia bilang seperti ini kira-kira, "kalau dibandingin uang yang didapat di jakarta sama disini jauh lah. Tapi dijalanin aja, buat apa kalo uang banyak...

Dianggap Amatir ? Jangah Khawatir !

Seiring dengan mulai gencarnya pemberlakukan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), telah banyak pihak yang berusaha meningkatkan daya saing masyarakat melalui berbagai program pembinaan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) maupun berbagai pelatihan enterpreneur . Tak hanya pemerintah yang mengambil peran ini, berbagai pihak swasta pun ikut serta berperan aktif dalam menyiapkan masyarakat yang handal sebagai entrepreneur. Pertumbuhan pasar online pun saat ini sangat luar biasa, banyak bermunculkan website e-commerce yang mengesampingkan lapak jualan secara fisik dan mengedepankan lapak di dunia maya. E- commerce juga berperan meningkatkan jumlah wirausahawan melalui jaringan di dunia maya, hal ini semakin membuktikan bahwa tak ada alasan keterbatasan dana untuk menyewa lokasi usaha dalam merintis kegiatan wirausaha. Tantangannya justru kembali ke diri kita sendiri apakah kita mau atau tidak untuk menggerakan diri menjadi seorang wirausahawan yang tidak hanya menghasilkan income tetapi j...

Orang Lain Akan Melihat Ini

Saya telah bertemu banyak orang hebat, cerdas, bertalenta, pekerja keras dan disukai oleh banyak orang dalam 2 tahun terakhir. Tak bisa dipungkiri, banyak hal positif dan inspiratif yang saya ambil dari kisah mereka. Banyak juga hal negatif yang membuat nilai mereka menurun di mata saya. Saya menulis ini dari kacamata saya sebagai orang yang berinteraksi dengan mereka. Bisa jadi dalam tulisan ini hanya prasangka saya yang belum tentu benar, tapi ini lah yang saya lihat dari diri mereka. Saya masih sangat meyakini bahwa orang lain akan melihat Anda dari apa yang Anda lakukan, bukan dari apa yang Anda katakan. Contoh yang saya pernah temui seperti ini : Bobi (nama samaran) adalah seorang guru SMA favorit di Jakarta, dia adalah guru yang menjadi panutan murid-muridnya karena kedisplinan yang dia miliki. Seperti sekolah pada umumnya, semua murid wajib mengenakan seragam putih abu-abu. Peraturan di sekolah tempat Bobi mengajar mewajibkan seluruh guru untuk mengenakan seragam batik se...

Kapan Harus Asertif ?

Diceritakan dalam sebuah kisah, Mahmud adalah seorang manajer yang bekerja di sebuah perusahaan kedai kopi internasional. Kedai kopi ini terkenal karena pelayanan, produk serta fasilitas yang diberikan kepada pelanggan sangat memuaskan. Selain itu, jika kita berkunjung ke kedai kopi ini, suasana terasa sangat menyenangkan, area tempat duduk yang luas dan nyaman untuk pelanggan sangat diperhatikan oleh kedai kopi ini. Hal inilah yang membuat pelanggan betah berlama-lama bercengkrama disini. Ketenaran kedai kopi tempat Mahmud bekerja tidak didapat dalam waktu singkat, perlu waktu yang tidak sebentar untuk menciptakan brand image tersebut . Belakangan ini Mahmud dibuat bingung oleh perintah atasannya yang bernama Cokabu. Cokabu meminta Mahmud untuk mengurangi ½ dari keseluruhan luas area tempat duduk pelanggan di kedai kopi yang dibawahinya. Hal ini harus dilakukan selama 1 bulan karena area tersebut akan digunakan untuk pameran produk buatan sahabat Cokabu. Mahmud kini menghadapi se...

Hindari Penyakit Ini !!

Tahun 2016 ini akan menjadi tahun ke tujuh saya resmi meninggalkan masa SMA yang menurut sebagian orang, masa SMA adalah masa yang paling indah dalam perjalanan hidup. Bagi sebagian lainnya masa SMA adalah masa yang paling kelam dan jika diberikan kesempatan kembali ke masa-masa itu, ia ingin memperbaiki segalanya. Perkembangan teknologi dan informasi terutama media sosial semakin cepat dari waktu ke waktu. Saat masih SMA, media sosial yang paling terkenal dan wajib dimiliki adalah friendster . Dan kini media sosial semakin berkembang luas, ada Path, Instagram, Twitter dan lain sebagainya. Dari media sosial saya mulai kembali menemukan teman-teman saya saat SMA yang telah lama tak bersua. Dari sinilah saya mulai mengetahui berita dan cerita sukses mereka. Beberapa dari mereka telah meraih kesuksesan dalam hidupnya (setidaknya menurut saya), ada yang terjun ke dunia broadcasting, menjadi fisioterapis, pilot, pramugari, barista, perawat, abdi negara dan bahkan ada yang telah menjadi...

Move On !!!

Yiiihaaa , akhir Januari menjadi periode yang ditunggu oleh banyak karyawan swasta, termasuk saya. Ya, benar dugaan Anda ! Kenaikan gaji tahunan lah yang ditunggu-tunggu. Banyak yang cukup puas dengan kenaikan yang diterima, dan banyak juga yang kecewa dengan kecilnya angka kenaikan gaji yang ia terima. Sayangnya, banyak dari mereka yang kecewa justru menyalahkan perusahaannya. Mereka menganggap perusahaan tidak menghargai waktu dan usaha yang telah mereka berikan untuk perusahaan selama setahun terakhir. Saya menyikapi hal ini dengan sederhana, saya masih meyakini bahwa apa yang saya tanam, itu lah yang akan saya tuai. Yuk coba renungi ini : Jika Anda merasa telah mengeluarkan 10 usaha tapi hanya dibayar sebesar 8. Cobalah berpikir ulang, benarkah segala waktu dan usaha yang telah Anda berikan pada perusahaan sudah senilai 10 ? Atau jangan-jangan sebenarnya hanya memberikan sebesar 8 usaha sungguh-sungguh ditambah 2 usaha main-main yang tak bernilai ? Silahkan jawab...

Berhentilah Mengeluh, Tingkatkan Usahamu

Tahun baru adalah awal yang baru untuk membuat sebuah resolusi, mungkin Anda juga telah membuat resolusi di tahun 2016. Salah satu resolusi yang sering saya temui adalah mengharapkan adanya peningkatan gaji yang signifikan agar dapat memenuhi kebutuhan maupun keinginannya. Hal ini merupakan hal yang wajar dan manusiawi. Ada beberapa orang yang merasa gajinya terlalu kecil untuk memenuhi kebutuhannya, ada yang mengeluh tentang gaji yang ia terima tidak sesuai dengan kontribusi yang telah ia berikan. Ada yang beranggapan seperti ini, “Gila, gue udah kerja pulang malem terus dan lembur ga dibayar, tapi gaji gue segini-gini aja. Naik di januari paling tinggi 5%, mana cukup buat makan keluarga gue. Perusahaan ini ga menghargai jerih payah gue.” Sementara beberapa lainnya merasa gajinya terlalu kecil karena ia merasa tidak mampu meng- upgrade gadget sesuai dengan era ke-kinian. Sebentar – sebentar mengeluh “Ahh hape gue lola banget nih, Ram-nya kecil ga kaya hape temen-temen yang l...