Langsung ke konten utama

Melanggar Itu Baik, Ssstt.... Banyak Kelebihannya Lho!



Selamat Tahun Baru 2017 para pembaca ! Telat ya ? gapapa lah ya, baru ada ide untuk bikin tulisan setelah 2 bulan ga nulis di blog ini hehe

Kali ini saya mau nulis sedikit yang mengganggu pikiran saya tentang ‘budaya’ melanggar aturan yang ada dan telah disepakati bersama. Beberapa waktu lalu, di sebuah tempat makan, saya dan beberapa teman-teman ngobrol ringan tentang kebiasaan melanggar aturan.
 
Mungkin Anda pernah atau bahkan sering mendengar argumen seperti ini : “Kenapa ya orang-orang di Singapur bisa tertib banget ? beda kaya di Indonesia, Jakarta lah lebih tepatnya. Dan kenapa orang-orang Indonesia saat ke Singapur bisa tertib banget, padahal kalo di Indonesia ya ‘ugal-ugalan’ ?”

Nah, di tulisan ini saya akan bahas mengenai hal ini dari sudut pandang saya yang masih bodoh banget ini. Saya menulis ini karena bosan terlalu sering mendengar alasan yang dilontarkan untuk membenarkan pelanggaran yang dilakukan.

Jadi begini, saya pernah mendengar sebuah argumen dari seseorang, yang menurut saya argumen ini hanya alasan belaka untuk membenarkan sebuah kesalahan yang jelas-jelas salah.

Begini pertanyaannya : Kenapa kebanyakan dari kita melanggar sebuah aturan, misalnya masuk jalur busway yang jelas-jelas hal ini melanggar ?

Dan dijawab begini :
Di indonesia, Jakarta lebih tepatnya, kalo kita melanggar justru malah kita dapat kompensasi (tiba lebih cepat). Petugasnya juga ga tegas, kadang ditindak kadang ya melenggang aja.
Jadi kesimpulannya kalo kita melanggar justru malah kita dapet kompensasi lebih. Beda sama Singapur, kalo kita melanggar ya kita akan dapet hukuman atas pelanggaran, aturan disana tegas.
Kalau di Indonesia mau tertib kaya di Singapur, fasilitas publik harus banyak dan nyaman, baru deh aturan bisa dibuat tegas. Selama fasilitasnya masih belum nyaman, jangan harap deh aturan bisa ditegakkan.

Hahaha kalau semua orang sependapat dan mengikuti jawaban di atas, saya rasa aturan sudah ga ada gunanya lagi. Begini sudara-sudara, bagi saya counter argumen tentang aturan yang ga ditegakan, petugas yang ga tegas, fasilitas yang belum ideal adalah sebuah kegiatan yang buang-buang energi tanpa ada hasil positif.
Namanya melanggar, ya udah pasti salah, pasti pengen dapet sesuatu yang lebih menguntungkan, ya kali deh melanggar biar lebih rugi bukan untung.

Misalnya kita dapat jatah makan siang lauk dan sayur masing-masing 1 biji.
Tapi ada seseorang yang ga suka sayur, lalu dia ngumpet-ngumpet minta lauknya 2 biji.
Tujuannya apa ? ya biar dapet lauk lebih.
Dalam kata lain dapat untung lebih, padahal ini bisa berdampak buruk untuk orang lain.
Bisa jadi orang lain malah ga dapat lauk karena lauknya habis diambil orang lain.
Melanggar aturan bukan merupakan kompensasi lebih, ingat ini ya sudara.

Saya kasih contoh nih, kenapa sih orang melakukan korupsi ?
Ya, betul, untuk dapat harta yang lebih tanpa harus berusaha lebih besar.

Jadi, masih mau bilang kalau melanggar itu dapet kompensasi lebih ?
Menurut saya, melanggar itu sebenarnya ngambil hak yang bukan milik kita, jadi bukan dapet kompensasi lebih ya sudara.

Menurut saya lagi nih, pertanyaan yang harus kita jawab sebenarnya bukan seberapa besar aturan dapat memberikan efek jera, seberapa tegas petugas di lapangan dan seberapa baik fasilitas yang ada.

Pertanyaan penting yang harus kita jawab adalah “Kita, sudah seberapa tertib mengikuti aturan yang berlaku  ?”

Semua bermula dari kita, kalau kita bisa tertib, semoga bisa menularkan virus baik ke orang-orang di sekitar kita.
Kalau ga menular gimana ? ya biarin aja, yang penting kita udah berusaha tertib, orang lain ga bisa tertib nanti juga akan terima konsekuensi atas perbuatannya.

Jadi gimana, mau melanggar aturan dan menyalahkan petugas yang ga tegas atau mau mulai tertib dari diri sendiri ?

Semua pilihan ada di tangan Anda, silahkan tentukan pilihanmu.

Terima kasih

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Atlet MMA-ku dan Sparing Partner-nya.

Di awal bulan agustus, aku punya banyak waktu untuk bermain dengan anakku. Antar jemput anak jadi salah satu agenda yang rutin aku lakukan. Di setiap sesi jemput anakku, aku tau seberapa senangnya Ami ketika di sekolah dia dapat Star dari gurunya dan seberapa sedihnya dia saat hanya dapat 1 Star sedangkan teman temannya dapat lebih dari 1 Star. Sehari hari waktuku banyak dihabiskan untuk bermain dengan anak anakku. Naura adalah anak yang selalu ikutin apapun yang dilakukan sama Ami. Ami manjat tralis jendela, Naura ikutan. Ami berlaga terbang kaya pahlawan super dengan dadanya yang menopang dipinggiran kursi, Naura pun ikutan. Aku ada di setiap momen mereka bermain, aku memantau aktifitas mereka mulai dari main bareng sampe berakhir dengan berantem rebutan mainan. Sampai suatu siang, saat aku dan Ibunya melakukan aktifitas lain. Ami marah sama Naura karena rebutan tempat duduk dan mukul dada Naura. Naura langsung nangis karena pukulan itu dan kami berusaha menenangkan mereka. Lompat ke...

Kerja di Lahan 'Basah'

Zaman masa kecil dulu, saya sering banget dengar percakapan beberapa tetangga. Mereka sering kali membicarakan bahwa kerja yang paling enak adalah kerja di lahan yang ‘basah’. Di masa itu, saya sering mendengar percakapan seperti ini “ Enak ya Bapak mu kerja di lahan basah. Dapet duitnya gampang, pecutan lebih gede dari gaji” atau “Enak ya kerja di lahan basah,  bisa beli ngumpulin harta, laki kita mah kaga bisa begitu”. Lahan basah yang dimaksud di sini sepertinya tidak perlu saya jelaskan, saya yakin para pembaca sudah mengetahui apa arti dari lahan basah. Dulu, saya ga mengerti makna yang sebenarnya dari kerja di lahan basah. Sejak saya menjalani masa kuliah dulu, saya baru menyadari arti kata lahan basah yang sebenarnya. Lahan basah punya konotasi yang menurut saya negatif. Kenapa negatif ? Saya bingung, kenapa banyak banget orang yang seneng kalo kerja di tempat yang disebut lahan basah. Saya juga bingung kenapa ada orang yang sangat bangga jika ada anggota...

Punya Banyak Uang Menjamin Bahagia ?

Minggu lalu saya berkesempatan untuk mengunjungi daerah Ciamis, Jawa Barat. Dalam kesempatan itu ada pelajaran yang saya ambil dari orang-orang yang saya temui. Mungkin cerita ini sederhana, tapi dari cerita ini semakin meyakinkan saya bahwa hidup yang indah dan bahagia tak harus memiliki harta yang berlimpah, penghasilan yang besar dan nominal rekening tabungan yang gendut. Cerita pertama berasal dari seorang driver taksi Budiman, saya tak sempat melihat namanya karena saat itu jam menunjukan pukul 03.40 WIB. Sepanjang perjalanan ia bercerita tentang hidupnya, mulai dari hidup di jakarta hingga akhirnya mendapatkan jodoh di Ciamis. Menjelang akhir perjalanan, ia sempat bercerita kalau nominal uang yang ia terima saat ini lebih kecil daripada saat ia menjadi driver taksi Bluebird di Jakarta. Tapi ia justru sangat menyukurinya. Ia bilang seperti ini kira-kira, "kalau dibandingin uang yang didapat di jakarta sama disini jauh lah. Tapi dijalanin aja, buat apa kalo uang banyak...